Manusia Kesetanan dengan Pikiran untuk Menilai dan Menghakimi

Dasar dari penulisan ini hanya ingin berbagi, karena kisah ini sangat menginspirasi saya dan membuat saya lebih bijak dalam memandang sesuatu, Menilai ataupun menghakimi kejadian dan urusan pada orang lain. jadi saya akan ceritakan sedikit kisah “Orang Tua Miskin dan Kuda Putih Cantik” Cerita ini di ambil dari Buku “Snack for the Soul” karya A. Puryan Blitzer.

Ilustrasi: Nenek
Ilustrasi: Nenek

Jadi dahulu kala ada seorang nenek tua yang miskin dan memiliki seekor kuda putih yang cantik, karena sangat cantiknya sehingga Raja pun ingin membeli kuda itu dengan harga yang sangat tinggi, tetapi karena saking sayangnya dengan kuda itu sehingga nenek itu tidak menjual kuda putih itu. Pada suatu hari ternyata kuda putih itu di curi orang. lalu orang desa berdatangan

“Wahai orang Tua Bodoh” kudamu sudah dicuri orang, padahal kalau kamu jual kamu akan mendapatkan uang banyak dan kamu akan kaya dengan keluargamu. tapi kuda itu sekarang sudah hilang, kamu dikutuk oleh kemalangan.

Nenek itu menjawab: “Jangan bicara terlalu cepat, katakan saja bahwa kuda itu tidak ada di kandang, itu saja yang kita tahu, selebihnya adalah penilaian. Apakah saya dikutuk atau tidak, bagaimana kamu dapat mengetahui itu? bagaimana kamu dapat menghakimi?”

Orang Orang desa itu protes “Jangan menggambarkan kami orang bodoh. Fakta sederhana bahwa kudamu hilang adalah kutukan”

Nenek itu menjawab lagi: Yang saya tahu bahwa kandang itu kosong, apakah itu kutukan atau berkat, saya tidak dapat katakan. yang dapat kita lihat hanyalah sepotong saja. kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti.

Orang-Orang Desa tertawa dan mengatakan nenek tua itu bodoh, kalo dia jual kuda itu pasti dia akan hidup kaya-raya. setelah 15 hari, kuda itu kembali. Ternyata kuda itu tidak dicuri tetapi lepas dan lari ke hutan. tidak hanya kembali tetapi kuda itu juga membawa selusin kuda liar dari hutan yang ikut bersamanya. mengetahui hal itu orang desa kemabli ketempat Nenek tua itu.

“Orang tua, anda benar dan kami salah. yang kami anggap kutukan sebenarnya berkat. maafkan kami”

Namun, apa jawaban nenek tua itu?

“Sekali lagi kalian bertindak gegabah. katakan saja bahwa kuda itu sudah balik. katakan saja selusin kuda balik bersamanya, tetapi jangan menilai. bagaimana kalian tahu bahwa ini berkat? kalian hanya melihat sepotong saja. kecuali kalau kalian sudah mengetahui seluruh cerita”

Orang-Orang desa tidak banyak berkata-kata lagi, tetapi dalam hati mereka bahwa orang tua itu salah, dengan menjinakkan 12 kuda itu lalu dijual maka nenek tua itu akan menjadi banyak uang.

Orang Tua itu mempunyai anak laki-laki, dan anak laki-laki itu mulai menjinakkan kuda-kuda liar itu. setelah beberapa hari, ia terjatuh dari salah satu kuda dan kedua kakinya patah.

Sekali lagi berkumpuk di sekitar orang tua itu dan menilai. “Engkau benar, orang tua” kata mereka “engkau sudah membuktikan bahwa perkataanmu memang benar. selusin kuda itu bukan berkat. Mereka adalah kutukan.satu-satunya puteramu telah patah kedua kakinya dan sekarang dalam usia tuamu kamu tidak punya siapa-siapa untuk membantumu. Sekarang kamu lebih miskin lagi.

Nenek tua itu berbicara lagi

“Ya, Kalian kesetanan dengan pikiran untuk menilai dan menghakimi. jangan keterlaluan. katakan saja bahwa anakku patah kaki. Siapa yang tahu itu berkat atau kutukan? Tidak ada yang tahu. Kita hanya mempunyai sepotong cerita, Hidup ini adalah sepotong-sepotong”

Maka, terjadilah 2 minggu kemudian negeri itu berperang dengan negeri tetangga. Semua anak muda di desa diminta untuk menjadi tentara. Hanya anak si orang tua yang tidak diminta karena patah kaki. Sekali lagi orang-orang desa berkumpul sekitar orang tua itu sambil menangis dan berteriak karena anak-anak mereka sudah dipanggil untuk bertempur. Sedikit sekali kemungkinan mereka akan kembali.

“Engkau benar orang tua” Mereka menangis, “Tuhan tahu, Engkau benar. Ini buktinya. Kecelakaan anakmu merupakan berkat. kakinya patah, tetapi paling tidak ada bersamamu. Anak-anak kami pergi untuk selama-lamanya”

Orang tua itu berbicara lagi,

“Susah sekali berbicara dengan kalian. kalian selalu menarik kesimpulan. Padahal tidak ada yang tahu kejadian seutuhnya. Katakan saja anak-anak kalian pergi berperang dan anak saya tidak. Tidak ada yang tahu apakah berkat dan kutukan. Tidak ada yang cukup bijaksana untuk mengatahui. Hanya Tuhan yang tahu.

Cerita diatas adalah salah satu cerita favorit saya, cerita diatas mengajarkan kita untuk tidak terlalu cepat menilai dan menghakimi. karena hal diatas sangat rentan di dunia digital khususnya Social Media. kalo kata gaulnya Nyinyir. Banyak orang yang menilai hanya dari sepotong kejadian, 1 tweet atau dari 1 berita di sebuah media. kita langsung menilai dan menghakimi, mengeluarkan kata-kata yang tidak layak. semoga tulisan saya dapat bermanfaat untuk kita semua. Saya tidak berniat untuk mengajari tetapi dengan tulisan ini saya hanya ingin berbagi kebaikan yang tidak seberapa ini … hehehehe

Salam @AgungpumA

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s